"We are not professional film critics. We just want to enjoy and to give our opinions about movies. If you have different opinion from us, we would be very happy. Because it shows that we live in a very complex society, with many different thoughts, opinions, and taste. So the movie makers will be challenged to always satisfy their audiences and they will make more and more great movies of all times..."

- Ode & Yanti -

Tuesday 14 July 2009

Twilight (2008)



Genre: Drama, Fantasy, Romance, Thriller
MPAA
:
Rated R for violence, language and some sexuality.
Company
: Paramount Pictures Corporation

Director
: Catherine Hardwicke

Cast
: Kristen Stewart, Robert Pattinson, Billy Burke, Ashley Greene
Runtime: 122 min
Recommendations
: 4/10


Begitu banyak film yang diadaptasi dari sebuah karya tulisan yang lebih dahulu populer. Contohnya trilogi The Lord Of The Rings karya J.R.R. Tolkien, atau seri Harry Potter karya J.K. Rowling, Eragon karya Christopher Paolini, DaVinci Code dan Angels & Demons karya Dan Brown, dan masih banyak lagi. Twilight juga seperti itu, berasal dari sebuah novel populer berjudul sama karya Stephanie Meyer. Novelnya yang sudah sampai beberapa seri, laris bagaikan kacang goring. Mayoritas wanita Indonesia pernah membaca (atau setidaknya mengetahui tentang) Twilight.

Mengikuti kesuksesan novelnya, dibuatlah film Twilight yang dibintangi dua nama yang kemudian digandrungi oleh kalangan muda. Kristen Stewart yang berperan sebagai Isabella “Bella” Swan, dan Robert Pattinson yang berperan sebagai Edward “Ed” Cullen. Kristen Stewart sebelumnya dikenal lewat perannya dalam Panic Room dan The Messenger (keduanya akan segera di-review), sementara peran paling diingat dari Robert Pattinson adalah saat ia memerankan Cedric Diggory dalam Harry Potter and the Goblet of Fire.

Filmnya dimulai dengan adegan kepindahan Bella Swan ke rumah ayahnya. Di lingkungan baru ini Bella bertemu banyak kenalan baru. Suatu hari saat makan siang, seorang pria menarik perhatian Bella. Pria yang ternyata mengambil kelas yang sama dengan Bella, bernama Edward Cullen. Kemisteriusan seorang Ed Cullen membuat Bella penasaran dan mencari tahu tentang pria tersebut. Akhirnya, Bella mengetahui rahasia Ed beserta seluruh anggota keluarga Cullen lainnya. Bella dan Ed kemudian menjadi semakin dekat, keduanya saling menyukai.

Kedekatan Bella dengan Ed mengancam jiwa Bella. Dalang pembunuhan yang terjadi beberapa kali di kota itu kini mengejar Bella. Dia akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan Bella. Keluarga Cullens yang sudah menganggap Bella bagian dari keluarga, berusaha sekuat mungkin untuk melindungi Bella. Berhasilkah usaha keluarga Cullens? Selamatkah Bella?

Waktu film ini beredar di bioskop, saya dengar begitu banyak wanita Indonesia tergila-gila pada sosok Ed Cullen (bukan Robert Pattinson-nya). Mereka yang belum pernah membaca novelnya, setelah menonton bergegas membeli keseluruhan seri dari novel itu. Status perempuan di situs jejaring sosial hampir selalu terdapat nama Ed, Edward, The Cullens, Jacob, atau tokoh lain dari film tersebut. Intinya, film ini meledak luar biasa. Sebagus itu filmnya? Tidak.

Saya belum pernah membaca novelnya, dan setelah menonton saya jadi tertarik untuk membaca novelnya, saya mau mencari tahu apakah novelnya juga sedatar itu. Ya, cerita dalam film ini sangat datar, alur yang sepertinya dipercepat, efek khusus yang biasa-biasa saja, dan kualitas akting yang tidak istimewa. Saat saya menonton film ini, saya merasa seperti menonton serial remaja amerika di televisi. Jalan cerita yang begitu datar bahkan membuat saya merasa lebih tertarik menonton serial The O.C. ketimbang menonton Twilight, karena ceritanya tidak sedatar Twilight. Tapi ya, begitulah, kadangkala satu tokoh membantu penjualan tiket sebuah film, dan tokoh penyelamat film ini adalah seorang Pria Tampan berkulit (sangat) pucat yang bernama Edward Cullen.

Friday 10 July 2009

Inkheart (2009)

Genre: Adventure, Science Fiction (Fantasy), Drama (Family)
MPAA: PG (Parental Guidance)
Company: New Line Cinema
Director: Iain Softley
Cast: Brendan Fraser, Sienna Guillory, Eliza Bennett, Eliza Bennett, Helen Mirren, Jamie Foreman
Runtime: 106 min
Recommendations: 6/10


Sebetulnya INKHEART adalah film yang bisa dikatakan tidak baru lagi, namun entah kenapa film ini baru ditayangkan di bioskop2 Indonesia. Saya pun sebelumnya sudah menonton film ini di DVD. Walaupun bajakan namun kualitasnya memuaskan (gambar jernih & teks Inggris), ciri2 yg dapat ditemukan pada DVD2 bajakan yang telah cukup lama diproduksi. Berikut adalah sinopsisnya:

Film ini diawali dengan adegan seorang ayah bernama Mortimer 'Mo' Folchart (Brendan Fraser) dan istrinya, Resa (Sienna Guillory) yang sedang berusaha menenangkan bayi mereka yang sedang menangis. Mo kemudian memutuskan untuk membacakan buku cerita Little Red Riding Hood (Si Kerudung Merah) agar bayinya tenang. Ketika ia sedang membacakan cerita, tiba2 terjadi semacam "guncangan" dimensi (yg hanya disadari oleh Mo) . Sebuah kerudung merah jatuh entah dari mana asalnya, lalu menyangkut di tali jemuran di halaman belakang rumah mereka.

Dua belas tahun kemudian, Mo dan putrinya, Meggie (Eliza Bennett) tiba di Jerman. Selama bertahun2 mereka selalu berkeliling dunia dan selalu mencari tempat yg sama yg ada di setiap negara: toko buku tua. Meggie mengetahui bahwa ayahnya selama ini mencari sebuah buku yg tidak pernah diproduksi lagi, karena Meggie pun sering mendapatkan wajah Mo terlihat kecewa selepas keluar dari toko buku karena gagal menemukan buku yg dicarinya.

Yang Meggie tidak ketahui , Mo ternyata adalah seorang "Silvertounge". Ketika Mo membacakan suatu cerita dengan suara keras, maka karakter2 yg ada di dalam cerita itu bisa menjadi hidup dan hadir di tengah2 mereka. Namun, jika suatu karakter keluar dari dalam buku, harus ada yg menggantikan posisinya di dalam buku tersebut. Kejadian itulah yg menimpa Resa, yg dahulu tidak sengaja "tersedot" ke dalam buku berjudul "Inkheart", yang selama ini dicari oleh Mo dengan harapan agar istrinya dapat kembali hadir di tengah2 mereka.

Menonton film ini, teringat dengan film2 fantasi seperti Lord of the Rings dan The Chronicles of Narnia, yang penuh dengan tokoh2 fiksi seperti Unicorn dan Minatour. Selain itu, menggelitik ingatan kita dengan dongeng2 semasa kecil, misalnya Rapunzel dan Alibaba.

Akting Fraser dalam film ini tidak jauh berbeda dengan film2 yg diperankan sebelumnya, seperti dalam The Mummies Trilogy. Begitu juga dengan Sienna Guillory, sama seperti perannya dalam film Eragorn, tidak terlalu meninggalkan kesan berarti. Namun saya agak sedikit kecewa, karena saya mengharapkan sesuatu yg "lebih" dari penampilan Helen Mirren, sebagai salah satu nominee dalam ajang perebutan piala Oscar. Mirren yg berperan sebagai Bibi-Buyut Meggie tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya, sangat jauh dengan yg ia lakukan dalam The Queen.

Semua itu bukan serta-merta selalu merupakan kesalahan aktor atau aktrisnya, namun bisa jadi karena Sutradaranya. Banyak aktor dan aktris nominator (atau bahkan pemenang) piala Oscar ataupun Golden Globe, yg pada akhirnya tidak dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam berakting, karena peran si sutradara yg kurang bisa mengarahkan dan menggali akting para aktor dan aktrisnya.

Namun terlepas dari itu, film ini lumayan menghibur. Sangat cocok jika teman2 menggemari film fantasi dan ingin menikmati sisa2 liburan kali ini dengan menontonnya bersama2 keluarga.

Wednesday 8 July 2009

Romeo Juliet (2009)

Genre: Drama
MPAA
: Dewasa

Company: Bogalakon Pictures
Director
: Andybachtiar Yusuf

Cast
: Sissy Priscilla, Edo Borne, Alex Komang, Epy Kusnandar, Ramon Y Tungka

Runtime
: 104 min

Recommendations
: 6/10



Siapa yang tidak mengenal karya William Shakespeare yang satu ini. Kisah cinta terlarang dua manusia yang berakhir tragis. Kisah yang sama juga yang menginspirasi sang sutradara untuk membuat karya film nasional yang berjudul Romeo Juliet. Kisahnya sendiri tidak sepenuhnya mengambil kisah aslinya, tetapi menyesuaikan dengan kejadian nyata di Negara kita, bahkan mungkin kejadian nyata di Negara lain.

Perseteruan keluarga Montague dan Capulet pada kisah aslinya dirubah menjadi perseteruan pendukung klub sepakbola Persija Jakarta –disebut The JakMania- dengan pendukung klub sepakbola Persib Bandung –disebut The Viking-. Dua anak manusia yang jatuh cinta pada pandangan pertama ini harus mengatasi perbedaan yang kadang diwarnai dengan kekerasan fisik.

Seorang JakMania di dalam suatu keributan antara JakMania dan Viking terpesona pada kecantikan seorang Lady Vikers –sebutan untuk pendukung perempuan klub Persib-. Sang Lady Vikers juga terpesona pada JakMania itu. Nasib mempertemukan mereka kembali di Bandung, di sebuah toko pakaian. Dari pertemuan kedua itu, mereka semakin dekat. Pertentangan datang saat kakak sang Lady Vikers - Desi - mengetahui bahwa kekasih adiknya adalah seorang JakMania. Sang JakMania - Ranggamone - juga mendapat pertentangan dari JakMania lain yang tidak suka dengan ide seorang JakMania berhubungan dengan seorang Viking. Keduanya tetap mempertahankan hubungan mereka, bahkan memutuskan untuk menikah diam-diam.

Lalu bagaimana akhir kisah cinta mereka? Apakah akan ada happy ending seperti kebanyakan film mainstream (bahkan untuk yang lokal)? Atau sang sutradara tetap pada pakem kisah Romeo & Juliet yang berakhir tragis? Jawabannya ya silahkan anda saksikan sendiri.

Film ini sebagai film lokal (film yang jarang saya lirik karena kebanyakan kualitasnya rendah) cukup memberikan penyegaran. Diantara judul-judul berbau “dunia mistis”, atau judul-judul komedi yang “nakal”, ide yang ditawarkan film ini sangat menarik. Film ini adalah film yang memiliki benang merah drama, tetapi dikemas sedemikian rupa sehingga terasa seperti komedi. Humor-humor ringan, kejadian yang membuat tersenyum bahkan tertawa, banyak dihadirkan dalam film ini. Cara yang bagus untuk menghilangkan kejenuhan penonton yang kemungkinan akan bosan dengan cerita yang cenderung datar dan mudah terbaca. Film ini juga cukup berani untuk menghadirkan banyak adegan kekerasan, banyak bahasa kasar, dan sebuah soft-love scene. Mungkin kalau film ini dirilis di Hollywood akan sangat beruntung jika hanya dapat rating PG-13, karena rating yang tepat untuk semua konten negatif dalam film adalah R (Restricted). Dan sedikit mengherankan mengapa film ini bisa lolos tayang dengan semua kata kasar dan adegan kekerasan (beneran, brutal) tidak disensor sedikitpun, mengingat beberapa film lain tidak lolos tayang dengan mulus.

Tapi biar bagaimanapun, sekali lagi, film ini memberikan hiburan tersendiri. Hadir diantara tema film yang sudah umum dan semakin menjadi seperti sinetron (mengingat kebanyakan produsernya adalah produser sinetron) sehingga banyak film yang hanya mengejar keuntungan materil dan melupakan sisi cerita dan seninya. Film ini bukan film lokal terbaik, tetapi menjadi baik karena beredar diantara film lokal kualitas rendah. Semoga semakin banyak sineas Indonesia (dan produsernya) yang berani mengesampingkan materi, sehingga berani untuk membuat film yang lebih berbobot.
Justify Full
- …tapi aku cinta sama anjing yang satu ini… -

Tuesday 7 July 2009

Stranger Than Fiction (2006)

Genre: Comedy, Drama
MPAA
: Remaja/PG-13

Company
: Columbia Pictures

Director: Marc Forster
Cast
: Will Ferrell, Maggie Gyllenhaal, Emma Thompson, Dustin Hoffman, Queen Latifah

Runtime
: 113 min

Recommendations
: 8/10



Mendengar nama Will Ferrell, pasti langsung terlintas akting2nya yg tidak pernah lepas dari unsur komedi yg agak "berlebihan" yang menjadi ciri khasnya. Sebut saja film2 yg dibintanginya, misalnya Blades of Glory, Talladega Nights: The Ballad of Rocky Bobby, atau Wedding Crashers.

Namun, akting Ferrell yg amat berbeda dapat kita temukan di film ini. Hal ini pulalah yg membuat saya ingin me-review film ini. Di manakah letak perbedaannya?

Harold Crick (Will Ferrell) adalah seorang petugas pajak biasa: monoton, membosankan, dan hidupnya hanya diisi dengan rutinitas yang selalu diulang-ulang selama bertahun2. Namun suatu hari, semua itu berubah sejak ia tiba2 mendengar suara seorang penulis wanita (Emma Thompson) di dalam kepalanya, seperti sedang menarasikan kehidupan yg sedang Crick jalani. Kehidupan Crick yang dinarasikan oleh wanita itu sangat akurat sehingga Crick merasa panik, apalagi ketika wanita itu mengatakan bahwa Crick akan meninggal dunia.

Di tengah2 kepanikannya, ia ditugaskan mengaudit Ana Pascal (Maggie Gyllenhaal), seorang pemilik toko kue yg memiliki memiliki hutang pajak, dan jatuh cinta kepadanya. Dengan bantuan Profesor Jules Hilbert (Dustin Hoffman), Crick mencari pemilik suara yg selama ini ada di kepalanya, dengan tujuan membujuknya untuk mengubah akhir cerita yg sedang dibuatnya.

Ide ceritanya sangat unik dan orisinil. Film komedi satir ini juga dilengkapi elemen2 grafis yg mewakili tokoh utamanya, berupa rumus2 penghitungan matematika atau statistik yg menari2 namun tidak mengganggu tampilan layar dan adegan yg sedang berlangsung.

Berbicara mengenai para pemerannya, wow... Akting para aktor dan aktris sekaliber Dustin Hoffman dan Emma Thompson tidak perlu diragukan lagi, seperti halnya juga akting mereka di film ini. Queen Latifah yang memerankan asisten pribadi Emma Thompson juga memiliki peran yg berarti, dan berhasil membawakannya dengan baik.

Kembali kepada akting Will Ferrell. Saya tidak pernah menyangka bahwa Ferrell dapat memainkan peran seperti ini. Peran2 konyolnya yg selama ini melekat sama sekali tidak muncul, bahkan dia sangat berhasil mewujudkan seorang yg begitu datar, tak bergairah, dan begitu serius! Bahkan menurut saya, Ferrell berhasil menunjukkan kualitas peran terbaiknya dalam film ini. Bravo Ferrell...!!!

"I will gladly and quietly help you kill Harold Crick"

Saturday 4 July 2009

Ice Age: Dawn of the Dinosaurs (2009)

Genre: Action, Adventure, Comedy
MPAA: Parental Guidance
Company: Blue Sky Studios
Director: Carlos Saldanha, Mike Thurmeier (co-director)
Cast: Ray Romano, John Leguizamo, Denis Leary, Queen Latifah
Runtime: 94 min
Recommendations: 7/10


Cerita berawal ketika Scrat, seekor tupai yang selalu muncul dalam Ice Age & Ace Age: The Meltdown, yang pada film ini masih terus berusaha mengejar satu-satunya buah kenari yang ada di zaman es. Di tengah perburuannya, tanpa sengaja ia bertemu dengan tupai betina cantik bernama Scratte, dan seketika itu pula ia jatuh cinta. Namun Scrat menghadapi dilema ketika Scratte pun menginginkan buah kenari milik Scrat.

Sementara itu, Manny si Mammoth sedang cemas karena menunggu kelahiran bayinya yg sedang dikandung Ellie. Manny berusaha sekeras mungkin untuk membuat segalanya sempurna untuk menyambut kelahiran anaknya. Keadaan ini membuat sahabatnya, Diego si Harimau Gigi-Pedang, merasa tidak nyaman sehingga memutuskan untuk berpisah dan meninggalkan Manny serta Sid, si Kungkang.

Di lain pihak, Sid juga ingin memiliki keluarga seperti Manny. Tanpa sengaja ia menemukan tiga butir telur yang ditinggalkan begitu saja oleh induknya, dan akhirnya Sid memutuskan untuk mengadopsi telur2 itu untuk menjadi anak2nya. Setelah telur2 itu menetas, baru diketahui ternyata mereka adalah anak2 dinosaurus, makhluk yang dikira sudah punah sebelum zaman es.

Induk dinosaurus yang menyadari telur2nya hilang kemudian datang untuk mengambil anak2nya, termasuk menculik Sid yang kemudian dibawa serta ke dunia Dinosaurus di bawah tanah. Disinilah misi untuk menyelamatkan Sid dimulai.

Film ini disuguhkan dalam format 3 Dimensi (3D). Format ini sudah dipakai untuk beberapa film terbaru, di antaranya Monsters vs Aliens dan Garfield. Karena menggunakan format 3D, penyajian gambar dalam film Ice Age mengundang banyak decak kagum dari penonton bioskop, dan sudah tentu menambah kenikmatan dalam menonton. Namun memang, harga tiketnya menjadi lebih mahal dari pada tiket film dengan format Non-3D.

Dari segi cerita, menurut saya film ketiga ini lebih lucu dari pada sekuel yang kedua. Ditambah lagi dengan kemunculan tokoh Scrat yang kali ini lebih berperan dari pada di film2 sebelumnya, menjadikan film ini menjadi semakin kocak. Nilai2 kekeluargaannya juga amat kental dan sangat cocok untuk dinikmati bersama keluarga. Namun perlu diingat, film ini tidak disertai dengan subtitle/teks sama sekali (mungkin ada hubungannya dengan teknis format 3D-nya). Hal ini mungkin menjadikan penonton yang kurang mengerti bahasa Inggris (terutama anak2) akan mengalami sedikit kesulitan memahami dialognya. Walaupun begitu, alur ceritanya tetap masih cukup bisa dimengerti oleh seluruh penonton.

"Are you ready for adventure?" (Buck)

Thursday 2 July 2009

Star Trek (2009)

Genre: Action, Adventure, Sci-fi
MPAA: Remaja/PG-13
Company: Paramount Pictures
Director: J.J. Abrams
Cast: Chris Pine, Zachary Quinto, Leonard Nimoy, Eric Bana, Karl Urban, Zoe Saldana, Winona Ryder
Runtime: 127 min
Recommendations: 7/10


Di tahun 2233, pesawat Federasi USS Kelvin menyelidiki sebuah badai luar angkasa yang ternyata adalah sebuah lubang hitam (black hole). Dari lubang hitam tersebut tiba2 muncul pesawat Narada milik bangsa Romulan dari planet Romulus. Serta-merta pesawat Narada tersebut menyerang USS Kelvin dengan membabi-buta, sampai mengorbankan Kapten USS Kelvin, Richard Robau (Faran Tahir). Perwira Pertama George Kirk (Chris Hemsworth) yang menggantikan posisi Kapten kemudian mengungsikan seluruh awak USS Kelvin, termasuk istrinya yang hampir melahirkan. Kapten George Kirk mengorbankan dirinya dengan menabrakkan USS Kelvin ke Narada, setelah sebelumnya sempat memberi nama untuk putranya yang dilahirkan di pesawat sekoci penyelamat, James Tiberius Kirk (Chris Pine). James Kirk dikisahkan tumbuh menjadi seorang anak yang pintar namun memiliki watak yang pemberontak.

Kemudian adegan berpindah menuju kisah Spock (Zachary Quinto), seorang bangsa Vulcan yang memiliki kecerdasan luar biasa namun memiliki satu kekurangan, yaitu memiliki ibu yang berasal dari bangsa manusia, Amanda Grayson (Winona Ryder). Seumur hidupnya Spock harus menghadapi dan menerima kenyataan (dan cemoohan) bahwa ia akan selalu dianggap sebagai bangsa campuran, seseorang yang memiliki dua hal yg amat bertentangan: Logika dan Emosi.

Dua tokoh ini kemudian bertemu ketika menjalani pendidikan di Starfleet. Mereka kemudian bersama-sama terlibat aksi seru usaha penyelamatan planet Vulcan dan Bumi, yang diserang oleh musuh lama Kirk, bangsa Romulan. Mengapa bangsa Romulan ingin menghancurkan Vulcan dan Bumi? Apakah usaha Kirk dan Spock melawan Romulan akan berhasil? Dan apa yang membuat Kirk dan Spock berkonflik dan saling membenci? Untuk tahu jawabannya, silakan langsung tonton filmnya ya...

Satu hal yang berada di luar perkiraan saya ketika menonton film ini: STAR TREK tidak hanya bertema Science-Fiction (Sci-Fi), namun juga mengandung unsur Komedi! Jujur, unsur ini membuat film menjadi lebih segar, tidak melulu hanya fiksi diwarnai drama seperti film serinya. Saya sendiri sampai beberapa kali tertawa geli di sepanjang film. Selain itu, teknologi digital yg semakin canggih saat ini juga amat membantu menyajikan gambar2 rumit, khususnya ketika adegan peperangan.

Yang menonjol di sini adalah karakter Kirk dan Spock. Kapten Kirk digambarkan memilik karakter pemberontak, selenge'an, ceroboh, jauh dari kesan serius, bahkan playboy. Saya tidak tahu seperti apakah tokoh Kapten Kirk di film serinya waktu tahun 70-an. Apakah memang seperti itu? Karakter Kirk sangat bertolak belakang dengan karakter Spock. Spock selalu sangat fokus, memiliki pengendalian diri yang tinggi, dan (berusaha) memperhitungkan segalanya dengan logika.

Oh ya, menurut saya film ini memiliki Casting Director yang bagus. Terutama kalau melihat karakter Spock yang sangat, sangat, sangat, mirip dengan pemeran Spock di film serinya. Make-up artist yang handal memang berperan penting juga di sini. Namun ketika mengetahui bahwa Zachary Quinto (pemeran tokoh Sylar dalam serial HEROES) yang didaulat memerankan Spock, mungkin saya hanya salah satu dari jutaan penggemar STAR TREK yang pasti juga mendukung hal itu. Walaupun jujur, saya juga memang penggemar tokoh Sylar (dan Quinto) sejak pertama kali serial HEROES muncul, hehe... Pokoknya, Zachary Quinto memang terlahir untuk memerankan Spock (lebay dot com, hehe...).



"Live Long, and Prosper..." (Spock)

Wednesday 1 July 2009

Garuda Di Dadaku (2009)

Genre: Drama
MPAA: Semua Umur/SU
Company: SBO Films & Mizan Production
Director: Ifa Isfansyah
Cast: Emir Mahira, Ikranagara, Maudy Kusnaedi, Ramzi, Ari Sihasale
Runtime: Not Counted :)
Recommendations: 5/10


Beberapa hari sebelum beredarnya Transformers 2: Revenge of the Fallen, Yanti merekomendasikan untuk menonton Garuda Di Dadaku. Saya meng-iya-kan, maka Garuda Di Dadaku masuk kedalam daftar menonton saya dan Yanti. Terus terang, sebelum saya menontonnya, saya tidak berharap banyak pada film ini, mengingat ini film lokal. Bahkan setelah beberapa teman baik merekomendasikan film ini juga, saya tetap tidak berharap banyak pada film ini. Sudah terlalu banyak film mengecewakan dari sineas-sineas lokal.

Filmnya berkisah tentang seorang anak kecil berusia 12 tahun yang bernama Bayu. Bayu memiliki bakat dalam bermain sepakbola, bakat yang didapat dari (almarhum) Ayahnya. Tetapi Kakek Bayu tidak menyukai sepakbola dan melarang Bayu bermain sepakbola. Bahkan untuk membahas mengenai sepakbola juga tidak boleh. Kakek Bayu menginginkan Bayu menjadi orang sukses, dan menurutnya sepakbola bukan jalan untuk menjadi sukses. Oleh karena itu ia memasukkan Bayu ke dalam berbagai macam les, mulai dari les musik, melukis, sampai bahasa Inggris.

Bayu mempunyai seorang sahabat bernama Heri yang juga menggemari sepakbola. Hanya saja, tidak seperti Bayu, Heri tidak bisa bermain sepakbola karena dirinya lumpuh sejak kecil. Di hari ulang tahun Bayu, Heri mengajaknya menonton pertandingan final sepakbola remaja. Setelah pertandingan, mereka bertemu dengan seorang pelatih dari SSB Arsenal (kenapa harus Arsenal ya? Kan ga jago heheheheheh). Dari pertemuan itu dimulailah perjalanan Bayu yang dibantu Heri mengejar impian memakai Garuda di dada (baju tim nasional Indonesia). Berhasil tidaknya, silahkan anda lihat sendiri ya.

Film ini dikemas ringan, mengingat sasaran penontonnya kemungkinan adalah semua umur, ditambah humor-humor yang cukup menggelitik. Ide cerita yang sama mungkin sudah pernah anda temukan pada film lainnya seperti Bend it like Beckham, tapi bahkan film Hollywood juga sering mengulang ide yang sama dengan film lain, jadi saya tidak akan mempermasalahkan itu. Tidak ada akting yang menonjol, baik dari pemeran yang senior maupun yang junior. Mungkin yang perlu diperhatikan adalah baiknya akting pendatang baru Emir yang berperan sebagai Bayu. Juga begitu pasnya seorang Ramzi memerankan tokoh Mang Duloh, supir Heri, dengan celotehan-celotehan dan polah tingkah lakunya yang membuat penonton tertawa. Secara keseluruhan, film ini menghibur, tidak terlalu bagus tapi menghibur. Saya bahkan berani mengatakan, menurut pendapat saya, film ini lebih baik jika dibandingkan dengan Transformer 2: Revenge of the Fallen (lagi-lagi, saya terlanjur dibuat sangat kecewa oleh Michael Bay dan tim Transformers 2 yang gagal membuat film yang lebih menarik dari apa yang sudah mereka buat).
Justify Full

Transformers 2: Revenge Of The Fallen (2009)

Genre: Action, Adventure, Sci-fi
MPAA: Remaja/PG-13
Company: Paramount Pictures
Director: Michael Bay
Cast: Shia LaBoeuf, Megan Fox, Josh Duhamel
Runtime: 150 min
Recommendations: 4/10



-Spoiler Alert!!- Teruskan membaca dengan resiko sendiri.


Filmnya diawali sebuah narasi dari Optimus Prime tentang manusia dan pertemuan pertama manusia dengan para transformer. Kisah kemudian beralih ke masa kini dimana manusia bersama para Autobots bahu membahu menumpas Decepticons yang masih tersisa di bumi. Optimus Prime mendapat peringatan dari sebuah robot Decepticons yang ia musnahkan di Cina, bahwa The Fallen akan bangkit kembali. Saat kembali ke markas, Autobots diminta untuk meninggalkan bumi oleh perwakilan Presiden Amerika Serikat karena dianggap bahwa Decepticons masih menyerang bumi karena Autobots ada di bumi. Optimus menyetujui, tetapi hanya setelah perwakilan Presiden itu menanyakan kepada Presiden “Apa yang akan terjadi kalau mereka (manusia) salah dan para autobots sudah tidak ada lagi di bumi?” Sebuah pertanyaan yang membuat perwakilan Presiden tidak mampu berkata-kata.

Kisah beralih ke Sam Witwicky (Shia LaBoeuf) yang akan segera memasuki dunia kuliah, dan kisah cintanya dengan Mikhaila (Megan Fox). Terjadi kekacauan di rumah Sam setelah Sam secara tidak sengaja menemukan dan menyentuh pecahan Cube Allspark (dari Transformer pertama) dan menyebabkan seluruh peralatan elektronik di dapur rumahnya berubah menjadi robot-robot yang menyerang Sam dan keluarganya. Beruntung ada Bumblebee yang menolong Sam (sekaligus memporak-porandakan rumahnya). Sam kemudian meminta Mikhaila untuk menyembunyikan pecahan cube allspark tersebut. Setelah itu, Sam memulai kehidupannya di Kampus, terpisah dari Mikhaila, dan juga Bumblebee karena mahasiswa tingkat pertama dilarang membawa mobil.

Sam kemudian sempat bertemu Optimus Prime setelah Bumblebee menjemputnya dengan paksa saat Sam sedang berada dalam sebuah pesta di kampus. Optimus Prime meminta bantuan dari Sam, manusia yang ia percaya. Sam menolak dengan alasan bahwa ia punya kehidupan sendiri yang ingin ia jalani, dan bahwa seorang Optimus Prime tidak membutuhkan bantuannya. Sementara itu, Soundwave, salah satu robot Decepticons berhasil menyadap satelit manusia dan memperoleh informasi tentang tempat penyimpanan pecahan cube allspark (selain yang dimiliki oleh Sam), dan lokasi dimana mayat Megatron ditenggelamkan. Dari informasi yang didapatkan, Decepticons berhasil mencuri pecahan cube allspark dan menggunakannya untuk membangkitkan kembali pimpinan mereka, Megatron. Dengan bangkitnya Megatron, Decepticons berencana mulai menyerang bumi sambil berusaha menemukan alat yang bisa menciptakan Energon, sumber tenaga Transformer, yang berada di bumi dan tersembunyi. Mereka mengincar Sam karena Sam mengetahui rahasia letak sumber tenaga tersebut, karena informasi yang tersembunyi di dalam cube allspark berpindah kedalam otaknya setelah Sam menyentuh pecahan cube allspark.

Demi melindungi Sam, Optimus Prime akhirnya terbunuh. Sam berhasil kabur bersama Bumblebee, The Twins, Mikhaila dan salah seorang teman asramanya, Leo. Karena kerusakan yang ditimbulkan, Presiden Amerika Serikat meminta Autobots sesegera mungkin meninggalkan bumi. Sementara Sam, yang diminta oleh pimpinan Decepticons untuk diserahkan agar bumi selamat, menjadi buronan dan bersembunyi dari tempat umum. Sam kemudian bertemu kembali dengan (mantan Agen) Simmons, guna mencari jawaban dari simbol-simbol yang ada di otaknya. Bersama-sama mereka berusaha mencari alat pencipta energon yang juga dicari Decepticons, untuk menghidupkan kembali Optimus Prime. Sam dan kawan-kawan kemudian mengetahui sejarah tentang kedatangan transformer untuk pertama kali, dan mengapa Decepticons ingin mencari alat pencipta energon tersebut, dari sebuah robot tua Decepticon yang membelot membela Autobots, Jetfire.

Setelah berhasil menemukan kunci untuk menghidupkan alat pencipta energon yang dimaksud, tugas Sam berikutnya adalah menggunakan benda tersebut (yang hancur menjadi debu) untuk membangkitkan Optimus Prime. Berhasilkah Sam membangkitkan Optimus Prime kembali? Apakah Autobots kembali meraih kemenangan atas Decepticons? Atau Decepticons yang kali ini meraih kemenangan? Lalu siapakah sebenarnya The Fallen? Semua bisa anda saksikan sendiri.

Saya merasa film ini terlalu dipaksakan untuk dibuat. Mungkin karena takut euforia dari Transformers yang pertama hilang sehingga sepertinya film ini agak kurang digarap dengan baik (sedikit pengecualian untuk CGI dan adegan laganya). Atau mungkin juga karena tekanan berbagai pihak yang menginginkan film ini cepat dibuat dan dirilis, karena rumor akan adanya sekuel Transformers sudah berhembus sejak film pertamanya keluar.

Saya hanya mau bilang, jika anda berminat menontonnya, pastikan setelah beberapa waktu, atau mungkin beli saja DVD bajakannya, lebih murah. Kenapa demikian? Karena buat saya film-nya tidak terlalu bagus untuk dibela-belain berburu tiket dan mengantri, keluar keringat dan biaya besar. Kenapa begitu? Film ini memang dipenuhi adegan laga dan tembak-menembaknya (ciri khas Michael Bay?), CGI yang sangat bagus, tata suara yang menakjubkan, tapi ceritanya sangat datar, dipanjang-panjangkan, dan tidak terfokus, jadinya tidak jelas dan membosankan. Saya kemudian mengerti kenapa Roger Ebert hanya memberikan 1 bintang untuk film ini. Saya sendiri mungkin hanya memberikan 2 bintang dari 5 maksimal, itupun karena saya berbaik hati sebagai penggemar film kartun Transformers.

Sekali lagi, semua pilihan ada di tangan anda, apakah anda ingin menontonnya atau tidak. Mohon maaf sudah men-Spoil kegemaran menonton anda. Sesekali bolehlah saya nakal sedikit, tidak akan menjadi kebiasaan kok . Toh saya tidak menceritakan bagaimana akhir film membosankan ini.


-From now on, remember what I have done to this world-

There’s Something About Mary (1998)

Genre: Komedi
MPAA: Dewasa/R (Restricted)
Company: 20th Century Fox
Director: Farelly Brothers
Cast: Ben Stiller, CAmeron Diaz, Matt Dillon
Runtime: 119 min
Recommendations: 8/10


Ted (Ben Stiller) adalah seorang pria biasa di sekolahnya, bukan tipe pria idola. Giginya berkawat, dan tampangnya jauh dari kata tampan. Tetapi Ted adalah pria yang baik, yang dengan senang hati membantu Wayne yang sedikit terbelakang saat ia dikerjai oleh anak-anak sekolah lain. Bahkan Ted mau saja bermain “kuda-kudaan” dengan Wayne yang bertubuh besar.Karena kebaikan Ted, Mary (Cameron Diaz), gadis cantik pindahan sekolah lain yang popular, kakak Wayne, mengajak Ted untuk pergi ke pesta dansa bersamanya. Hal ini adalah impian yang menjadi nyata bagi Ted.

Di hari yang dinanti, sebuah insiden kecil menjadi saat memalukan yang tidak akan dilupakan oleh Ted. Sejak saat itu pula Ted tidak pernah bertemu lagi dengan Mary, yang pindah ke lain kota.

Bertahun-tahun kemudian, Ted masih belum bisa melupakan pesona dan kecantikan Mary. Sahabat Ted, Woogie, mengusulkan agar Ted mencari Mary dan berjuang untuk mendapatkan cinta Mary kembali. Untuk mencarinya, Woogie mengusulkan agar Ted menggunakan jasa seorang Detektif Swasta, Pat Healy. Maka berangkatlah Pat mencari Mary.

Setelah menemukan Mary, Pat jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia kemudian berbohong pada Ted, dengan maksud agar Ted tidak mencari Mary lagi dan dirinya bisa dengan bebas mendekati Mary. Dengan segala kelicikannya, Pat berhasil mendekati Mary. Langkah Pat terganggu oleh teman Mary yang bernama Norman. Norman yang juga mencintai Mary membocorkan semua kebohongan Pat. Di lain tempat, Ted tetap berniat mencari Mary, setelah Justify Fullmendengar kabar bahwa rupa Mary tidak seburuk yang diceritakan Pat.

Setelah mengalami berbagai kesialan, Ted kemudian berhasil menemui Mary, dan kembali dekat dengannya sambil mengenang masa lalu. Tetapi selalu saja ada masalah yang muncul, yang mengganggu hubungan Ted dengan Mary. Munculnya Woogie yang ternyata bagian dari masa lalu Mary, dan juga kemunculan mantan tunangan Mary yang merupakan atlit Football terkenal. Siapakah akhirnya yang dipilih oleh Mary?

Pertama kali menonton film ini, saya jatuh cinta pada Ben Stiller dan Cameron Diaz sekaligus. Saya suka dengan kelucuan Stiller, dan semenjak itu saya selalu menonton film yang dibintangi Stiller. Sementara Cameron Diaz, sebagai lelaki normal saya mengagumi kecantikannya. Sebagai film komedi, There’s Something About Mary memberikan lebih dari sekedar tawa, tapi juga pelajaran hidup untuk tetap menghargai orang lain apapun rupanya dan kekurangannya, dan bahwa cinta sejati adalah saat anda dapat melepaskan kebahagiaan anda untuk kebahagiaan orang yang anda cintai.

“I just want you to be happy…” Ted Sthroemann

The Wizard of Oz (1939)

Genre: Musical
MPAA: Semua Umur/G
Company: Metro-Goldwyn-Meyer (MGM)
Director: Victor Fleming
Cast: Judy Garland, Frank Morgan, Ray Bolger
Runtime: 101 min
Recommendations: 8/10

Sebagian besar penikmat film pasti sudah pernah mendengar judul film yang satu ini. Ya, The Wizard of Oz adalah salah satu film terbaik sepanjang masa. Buku yang mendasari film ini juga merupakan buku cerita anak yang laris.

Dorothy adalah seorang anak perempuan yang baik hati dan periang. Dorothy tinggal di peternakan bersama paman dan bibinya. Suatu hari, angin puyuh besar menghisap rumah paman dan bibinya, dan Dorothy terjebak di dalamnya. Angin puyuh besar itu membawa rumah Dorothy ke sebuah dunia yang indah dan penuh warna. Dorothy disambut bagai pahlawan karena rumah Dorothy mendarat tepat di atas tubuh penyihir jahat. Adik sang penyihir jahat marah terhadap Dorothy dan berniat membalas dendam pada Dorothy.

Dorothy yang ingin pulang, disarankan oleh peri baik hati untuk menanyakan caranya pulang ke dunia Dorothy kepada The Wizard of Oz, penyihir yang maha tahu. Maka dimulailah perjalanan Dorothy mencari The Wizard of Oz untuk membantunya kembali ke dunianya, kembali pada paman dan bibinya. Di tengah perjalanan Dorothy bertemu Scarecrow (orang-orangan sawah) yang tidak dapat berpikir, tidak memiliki otak. Dorothy mengajaknya ikut serta dengan harapan The Wizard of Oz bisa memberikan otak kepada Scarecrow. Kemudian Dorothy dan Scarecrow bertemu dengan Tinman (manusia robot kaleng) yang tidak memiliki perasaan, tidak memiliki hati. Mereka mengajak Tinman mencari The Wizard of Oz dengan harapan The Wizard of Oz bisa memberi Tinman sebuah hati. Selanjutnya Dorothy, Scarecrow dan Tinman bertemu dengan The Lion (singa) yang penakut, tidak memiliki keberanian. Mereka mengajak The Lion ikut serta agar The Wizard of Oz bisa memberikan The Lion keberanian. Mereka berempat juga menghadapi cobaan dari penyihir jahat yang ingin membalas dendam pada Dorothy. Bisakah mereka berempat bertemu The Wizard of Oz yang maha tahu dan maha bisa? Bisakah Dorothy pulang ke rumah paman dan bibinya?

Sebagai film klasik, film ini tetap sangat menarik. Ceritanya mengajarkan kita nilai-nilai baik dalam kehidupan. Perubahan dunia Dorothy yang monokromatik menjadi dunia Oz yang penuh warna juga menjadi sesuatu yang berbeda. Make-up yang ada memang tidak terlalu bagus, tapi di jamannya sudah termasuk sangat baik, bahkan lebih baik daripada make-up film seri yang dibuat rumah produksi lokal. Sangat dianjurkan untuk menonton film ini, film dengan cerita sederhana tetapi membekas di dalam ingatan. Film klasik yang bagus, sangat bagus. Two thumbs up!!