Percy Jackson & the Olympians: The Lightning Thief (2010)
Genre: Adventure, Fantasy
MPAA: Rated PG for action violence and peril, some scary images and suggestive material, and mild language.
Company: Fox 2000 Pictures
Director: Chris Colombus
Cast: Logan Lerman, Brandon T. Jackson, Alexandra Daddario, Pierce Brosnan, Uma Thurman, Sean Bean, Kevin McKidd
Runtime: 118 min
Recommendations: 6/10
Melihat film ini mengingatkan saya pada Harry Potter, Bridge of Terabithia, Narnia dan Inkheart. Ya, sebuah film yang diangkat dari buku petualangan yang cukup sukses. Kisahnya berhubungan dengan mitos Yunani kuno dan dewa-dewanya yang banyak dikenal oleh orang banyak. Siapa yang tidak mengenal Zeus, Hercules, Athena, Poseidon, Medusa dan Hades sebelumnya? Nama itu mungkin tidak asing di telinga kita. Nama-nama tersebut kecuali Hercules, adalah nama-nama dewa dalam mitologi Yunani.
Tokoh-tokoh dalam mitologi tersebut pula yang muncul di dalam film ini.
Suatu masa, Poseidon (Kevin McKidd) sang dewa laut muncul ke daratan dan berbincang-bincang dengan Zeus (Sean Bean). Perbincangan tentang petir (lightning bolt), senjata terkuat milik Zeus yang hilang dicuri. Isu yang berkembang di dunia dewa, Percy Jackson adalah pencuri petir tersebut. Percy Jackson adalah putra dari Poseidon, hasil hubungannya dengan seorang manusia bernama Sally Jackson (Catherine Keener).
Percy yang tidak tahu apa-apa, dikejar-kejar oleh mahluk yang hanya muncul dalam mitos. Percy melarikan diri bersama sahabatnya, Grover (Brandon T. Jackson) dan Ibunya. Karena dirinya setengah dewa (demigod) maka Percy diijinkan berlindung di sekolah bagi para demigod. Di sekolah itu pula Percy mengetahui tentang latar belakang dirinya, identitas asli dari Grover, dan juga bertemu dengan Annabeth (Alexandra Daddario). Demi membersihkan namanya dan menyelamatkan ibunya dari cengkraman Hades yang menginginkan petir milik Zeus tersebut, maka Percy yang ditemani Grover dan Annabeth bertualang mencari jalan menuju tempat para dewa tinggal, sebuah tempat yang disebut Olympia.
Film yang diangkat dari buku biasanya memiliki basis fans tersendiri. Mereka yang menyukai bukunya tentu ingin menyaksikan buku kesayangan mereka divisualisasikan. Sementara bagi mereka yang tidak mengetahui bukunya, agak sulit untuk tertarik menonton kecuali jika kualitas filmnya bagus. Beberapa kali penggemar buku kecewa saat pada film yang diangkat dari bukunya. Sebut saja betapa penggemar Eragon kecewa dengan kedangkalan cerita filmnya. Atau ambil contoh film Inkheart yang sangat jauh kualitasnya dari apa yang dibayangkan penggemar bukunya. Yang paling akhir adalah bagaiman penggemar Harry Potter yang mengeluhkan instalasi ke 6 dari seri Harry Potter yaitu Harry Potter and the Half Blood Prince.
Awalnya saya tidak mengetahui kisah yang ada di bukunya. Yang saya tahu dan yang saya dengar, film ini dinantikan oleh banyak orang pemutarannya. Setelah tahu bahwa film ini diangkat dari seri buku, gambaran yang ada di kepala saya adalah film ini bisa jadi luar biasa layaknya Lord of the Rings, atau kacau layaknya Inkheart. Tapi kemudian saya berpendapat, sang sutradara cukup berhasil membuat saya yang bukan pembaca bukunya untuk cukup terhibur menyaksikan film karyanya. Jadi film ini ada diantara Lord of the Rings yang luar biasa dan Inkheart yang payah, alias film ini adalah film biasa-biasa saja yang cukup menghibur.