Genre: Drama, Crime
MPAA: Dewasa / Restricted (R)
Company: Fox Searchlight Pictures
Director: Danny Boyle; Loveleen Tandan (Co-Director)
Cast: Dev Patel, Anil Kapoor, Freida Pinto
Runtime: 120 min
Recommendations: 8.5/10
Ternyata predikat "Best Picture Drama" di ajang Academy Award, serta peraihan 7 piala Oscar memang pantas disandang Slumdog Millionaire. Sinematografi yg apik, cerita yg biasa namun dibuat dengan alur yg luar biasa, hingga musik yang amat menunjang. Sungguh tidak pernah terfikir sebelumnya, sebuah film India dapat disuguhkan dengan cara seperti itu. Yang pasti itu semua karena garapan Danny Boyle, seorang sutradara berkebangsaan Inggris. Karena menurut opini dari beberapa teman, (tidak dengan maksud mendiskreditkan) hampir tidak mungkin seorang sutradara asli India bisa membuat film seperti Slumdog.
Seperti yg sudah diketahui banyak orang, Slumdog Millionaire bercerita mengenai seorang yatim piatu bernama Jamal, bekerja sebagai pembuat teh di sebuah perusahaan telekomunikasi, yg mengikuti acara Who Wants to be a Millionaire di India. Mengapa Jamal bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yg sulit? Motif apakah yg dimiliki Jamal dengan mengikuti acara tersebut? Apakah Jamal berhasil mendapatkan 20 juta Rupees dan menjadi seorang miliarder?
Terdapat hal-hal menarik dalam Slumdog. Yang paling berkesan adalah banyaknya persamaan antara kondisi India yg digambarkan oleh Boyle dengan kondisi di Indonesia. Dimulai dari penggambaran organisasi pengemis yg terkoordinir, daerah slum yg mirip sekali dengan Jakarta, hingga bajaj 4-tak yg kerap terlihat dalam film tersebut.
Satu hal lagi yang tak kalah menarik adalah: adanya Cinderella Syndrome yg melanda masyarakat India, yg juga banyak terjadi di masyarakat Indonesia. Ketika Jamal hanya tinggal menjawab satu pertanyaan terakhir untuk mendapatkan 20 Juta Rupees, seakan-akan perhatian seluruh penduduk di kota Mumbai tersedot ingin menonton acara tersebut. Mereka ingin melihat, apakah seorang pembuat teh (Chai-Wallah, mungkin bisa disamakan dengan OB-Office Boy) dapat menjadi seorang milyarder dalam sekejap. Jamal langsung menjadi idola masyarakat.
Sama seperti yg seringkali kita temukan di Indonesia. Seseorang yg nasibnya "tertindas" selalu mendapat perhatian dan simpati berlebihan dari masyarakat. Jika memang orang tersebut dapat membuktikan bahwa dirinya memang pantas mendapatkan prestasi karena kerja kerasnya, tidak ada masalah. Namun seringkali status dan kedudukannya itu membuat orang seakan-akan buta, tak peduli orang tersebut memiliki potensi atau tidak. Yang penting, orang yg "tertindas" harus selalu diangkat, harus selalu juara, dengan harapan dapat memperbaiki nasibnya. Atau mungkin, para pendukung itu merefleksikan dirinya sendiri sebagai yg tertindas, dan berharap nasibnya seperti tokoh yg dibelanya.
MPAA: Dewasa / Restricted (R)
Company: Fox Searchlight Pictures
Director: Danny Boyle; Loveleen Tandan (Co-Director)
Cast: Dev Patel, Anil Kapoor, Freida Pinto
Runtime: 120 min
Recommendations: 8.5/10
Ternyata predikat "Best Picture Drama" di ajang Academy Award, serta peraihan 7 piala Oscar memang pantas disandang Slumdog Millionaire. Sinematografi yg apik, cerita yg biasa namun dibuat dengan alur yg luar biasa, hingga musik yang amat menunjang. Sungguh tidak pernah terfikir sebelumnya, sebuah film India dapat disuguhkan dengan cara seperti itu. Yang pasti itu semua karena garapan Danny Boyle, seorang sutradara berkebangsaan Inggris. Karena menurut opini dari beberapa teman, (tidak dengan maksud mendiskreditkan) hampir tidak mungkin seorang sutradara asli India bisa membuat film seperti Slumdog.
Seperti yg sudah diketahui banyak orang, Slumdog Millionaire bercerita mengenai seorang yatim piatu bernama Jamal, bekerja sebagai pembuat teh di sebuah perusahaan telekomunikasi, yg mengikuti acara Who Wants to be a Millionaire di India. Mengapa Jamal bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yg sulit? Motif apakah yg dimiliki Jamal dengan mengikuti acara tersebut? Apakah Jamal berhasil mendapatkan 20 juta Rupees dan menjadi seorang miliarder?
Terdapat hal-hal menarik dalam Slumdog. Yang paling berkesan adalah banyaknya persamaan antara kondisi India yg digambarkan oleh Boyle dengan kondisi di Indonesia. Dimulai dari penggambaran organisasi pengemis yg terkoordinir, daerah slum yg mirip sekali dengan Jakarta, hingga bajaj 4-tak yg kerap terlihat dalam film tersebut.
Satu hal lagi yang tak kalah menarik adalah: adanya Cinderella Syndrome yg melanda masyarakat India, yg juga banyak terjadi di masyarakat Indonesia. Ketika Jamal hanya tinggal menjawab satu pertanyaan terakhir untuk mendapatkan 20 Juta Rupees, seakan-akan perhatian seluruh penduduk di kota Mumbai tersedot ingin menonton acara tersebut. Mereka ingin melihat, apakah seorang pembuat teh (Chai-Wallah, mungkin bisa disamakan dengan OB-Office Boy) dapat menjadi seorang milyarder dalam sekejap. Jamal langsung menjadi idola masyarakat.
Sama seperti yg seringkali kita temukan di Indonesia. Seseorang yg nasibnya "tertindas" selalu mendapat perhatian dan simpati berlebihan dari masyarakat. Jika memang orang tersebut dapat membuktikan bahwa dirinya memang pantas mendapatkan prestasi karena kerja kerasnya, tidak ada masalah. Namun seringkali status dan kedudukannya itu membuat orang seakan-akan buta, tak peduli orang tersebut memiliki potensi atau tidak. Yang penting, orang yg "tertindas" harus selalu diangkat, harus selalu juara, dengan harapan dapat memperbaiki nasibnya. Atau mungkin, para pendukung itu merefleksikan dirinya sendiri sebagai yg tertindas, dan berharap nasibnya seperti tokoh yg dibelanya.
Harapan selalu ada...